Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarakatuh, pada artikel
kali ini saya akan membahas kelanjutan dari topik kita kemarin yaitu
tentang Thahaarah , Air yang dapat kitagunakan untuk bersuci , Status Air jika tercampuri oleh najis, Status air jikatelah bercampur dengan sesuatu yang bersih atau suci dan hukum air yang telahdigunakan untuk bersuci. Selanjutnya kita akan membahas bagai mana hukum air
liur manusia dan hewan ternak, apakah air liurnya tersebut suci ataupun najis...?
Baiklah langsung saja kita bahas bagaimana hukum air liur
manusia dan hewan ternak. Air liur yang dimaksud adalah air liur yang tersisa
(menempel/melekat) pada bejana setelah digunakan untuk minum. Manusia pada
hakekatnya adalah suci dan air liurnya pun suci. Entah dia berstatus muslim
maupun kafir. Begitu pula seorang yang berada dalam keadaan junub dan haidth.
Dalil yang menunjukan bahwa air liur manusia itu adalah suci
adalah pada Hadits Riwayat Muslim No.371 dan Hadits Riwayar Muslim No.300
Rasulullah SAW bersabda yang artinya “Sesungguhnya seorang
mukmin itu tidaklah najis” (HR.Muslim No.371)
Dan dari Aisyah RA, bahwasanya ia pernah minum dari sebuah
bejana sedang dia dalam keadaan haidth. Kemudian Rasulullah SAW mengambilnya
dan meletakkan di bibir beliau pada bekas Aisyah meletakkan bibirnya.(HR.
Muslim No.300)
Para ulama telah bersepakat bahwa air liur hewan yang dapat
dimakan dagingnya dari binatang ternak dan selainnya adalah suci. Adapun hewan
yang tidak dapat dimakan dagingnya seperti hewan buas, keledai, dan sebagainya,
maka yang benar adalah bahwa air liurnya adalah suci dan tidak berpengaruh pada
kesucian air. Terlebih lagi jika airnya banyak.
Namun apabila airnya berjumlah sedikit dan berubah sifatnya
disebabkan bekas minum binatang-binatang tadi, maka berubah statusnya menjadi
najis.
Dalilnya adalah hadits yang telah disebutkan sebelumnya,
yakni ketika Rasulullah SAW ditanya tentang air dan apa-apa yang sering berlalu
lalang (untuk minum) dari hewan melata dan hewan buas, maka beliau SAW bersabda
yang artinya “Jika air telah mencapai ukuran dua qullah, maka tidaklah
mengandung najis (HR. Ahmad II/27)
Beliau juga pernah berkomentar mengenai seekor kucing yang
minum dari sebuah bejana yang artinya “sesungguhnya ia (kucing) tidaklah najis.
Ia termasuk binatang yang sering mengitari dan berkeliling dilingkungan sekitar
kalian” (HR. Ahmad V/296)
Hal ini dikarenakan sulitnya terhindar dari kondisi seperti
itu pada mayoritas kasus yang ada. Maka apabila air liur kucing dihukumi dengan
hukum najis dan mengharuskan untuk mencuci kembali beberapa perabot yang
terkena liurnya maka akan menimbulkan kesulitan. Sedangkan hal yang semacam ini
dihilangkan dari umat islam.
Adapun yang berkaitan dengan air liur anjing dan babi, maka
hukumnya najis. Dalil akan najisnya air liur anjing adalah sebuah hadis dari
Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya “Sucinya bejana
salah seorang diantara kalian dimana anjing telah minum darinya adalah dengan
mencucinya tujuh bilasan, salah satunya dengan tanah. (HR.Al-Bukhori No.172 dan
Muslim No.297)
Sedangkan najisnya air liur babi adalah dikarenakan dzatnya
yang najis, kotor dan menjijikkan. Allah
SWT berfirman yang artinya “Karena sesungguhnya semua itu kotor.”(QS. Al-An’aam:145)
Semoga artikel ini bisa memberikan manfaat dan bisa menjadi
pedoman kita untuk beribadah kepada Allah SWT, Amin Ya Robbal Alamin,
Pada artikel selanjutnya saya akan membahas tentang HUKUM
MENGGUNAKAN BEJANA BERBAHAN DASAR EMAS, PERAK DAN SELAINNYA UNTUK BERSUCI,
Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
0 komentar:
Post a Comment